Redaktur : Agnes Yusuf
Bahasa
Ibu Internasional sama dengan Bahasa Daerah dan Bahasa yang di ajarkan pertama
kali oleh ibu untuk anaknya (Foto : SUKATAID)
Tanggal
21 Februari merupakan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional, kata lain dari Bahasa
Ibu ialah Bahasa Daerah, di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)
sendiri belum pernah mengadakan perayaan peringatan Hari Bahasa Ibu
Internasional dikarenakan tidak adanya Jurusan Bahasa Daerah, tidak seperti di
Universitas Padjajaran (Unpad) yang masih ada jurusan bahasa daerah seperti
jurusan Sastra Sunda.
Padahal
dalam merayakan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional tidak harus selalu
jurusan Bahasa Daerah, karena banyak Mahasiswa Untirta yang berasal dari luar
Serang atau Banten seperti Lampung, Medan, Padang, Sukabumi, Kebumen, bahkan
dari Papua pun ada. Arip Senjaya,
selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) mengatakan
bahwa Bahasa Ibu secara Ilmiah bukan bahasa daerah, tetapi bahasa yang pertama
kali diperoleh dari ibu saat pertama kali seorang anak belajar bahasa.
Bahasa
Indonesia sendiri banyak mengadopsi kata dari bahasa daerah, seperti “Amuk”
dari Bahasa
Jawa
dan “Jomlo” dari Bahasa Sunda. Arip menambahkan bahwa “setiap bahasa nasional
di Negara manapun disumbang oleh bahasa daerahnya, jadi tidak mungkin sebuah
bahasa nasional melepaskan bahasa daerahnya…”
Saat
ini bahasa ibu atau bahasa daerah sudah mulai punah, mulai dari minimnya
pelestarian hingga banyaknya masyarakat yang melupakan dan merasa malu atau
gengsi dengan menggunakan bahasa ibu dan lebih memilih memakai bahasa Indonesia
dan bahasa asing. Padahal bahasa Indonesia banyak mengadopsi dari kata daerah.
“Menurut
pendapat saya Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional itu baik dan
mengingatkan kepada ibu kita. Cara menyikapinya kita selalu memakai bahasa ibu
itu agar tidak hilang dimakan waktu, tidak hilang karena bahasa keseharian kita
yang kita pakai”. Ujar Ika Wiji Mahasiswa Jurusan Agreoteknologi.
Dalam
perayaannya sendiri pihak Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tidak
pernah merayakan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional dari awal adanya
Jurusan Bahasa Indonesia ini dan
memperbolehkan siapa saja yang ingin mengadakan perayaan jika tujuannya dalam
kegiatan kelembagaan dan sumbangan bersejarah dalam bahasa Indonesia.
“Pastinya
ada, sangat ingin untuk mengadakan suatu acara itu. dimana peringatan Hari
Bahasa Ibu Internasional ini bukan semata untuk kita mengetahui, tetapi juga
ikut berpartisipasi guna untuk mempromosikan bahasa ibu atau bahasa daerah
masing-masing”. Ujar Fitriya Ningsih sebagai Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Tidak
semua mahasiswa ingin mengadakan perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional,
Hikmatun Hasanah sebagai Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, berpendapat bahwa, alangkah
baiknya kita tetap bangga menggunakan bahasa ibu itu dengan melestarikannya.
Bukan hanya dengan perayaan saja, karena kalau hanya perayaan satu hari
setelahnya akan di lupakan kembali.
Hikmatun
Juga berharap, agar mahasiswa atau masyarakat tidak malu dan tidak ragu dalam
menggunakan bahasa ibu karena bahasa ibu itu
bahasa yang kita dapatkan saat pertama kali belajar bahasa dan itu
menjadi identitas kita, identitas darimana kita berasal dan darimana keluarga
kita.
Resiko
punahnya bahasa ibu dari jaman ke jaman sangat tinggi, apalagi kalau bahasa ibu
sudah tidak dibutuhkan. Cara satu-satunya adalah melestarikannya sejak dini
dengan cara tidak merasa malu dan gengsi, serta selalu menggunakan bahasa ibu
di setiap waktu dengan teman satu daerah atau keluarga yang masih menggunakan
bahasa ibu. Dengan begitu bahasa ibu akan terus eksis sampai kejaman
berikutnya. (GLD/AY/Newsroom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar